Kalimantan tengah memiliki berbagai macam seni musik dan instrumen musik.
Seni musik di Kalimantan Tengah :
- Mansana Kayau
Mansana
Kayau ialah kisah kepahlawanan yang dilagukan kembali. Biasanya
dinyanyikan bersahut – sahutan dua sampai empat orang baik perempuan
maupun laki – laki
- Mansana Kayau Pulang
Mansana
Kayau Pulang ialah kisah yang dinyanyikan paa waktu malam sebelum tidur
oleh para orang tua kepada anak dan cucunya dengan aksud membakar
semangat anak turunannya untuk membalas dendam kepada Tambun Baputi yang
telah membunuh nenek moyang mereka.
- Karungut
Karungut
adalah semacam sastra lisan nusantara untuk Kalimantan Tengah, atau
sama dengan Madihin kalau di Kalimantan Selatan, dan kalau di Jawa
Tengah disebut mocopat.
Karungut
juga bias disebut sebagai pantun yang dilagukan. Dalam berbagai acara,
karungut sering dilantunkan, misalnya pada acara penyambutan tamu yang
dihormati. Salah satu ekspresi kegembiraan dan rasa bahagia diungkapkan
dalam bentuk karungut. Terkadang ditemukan perulangan kata pada akhir
kalimat.
Untuk
mengamati cara tutur orang Dayak dalam mengekspresikan perasaan mereka,
maka terjemahan kedalam bahasa Indonesia dibuat sebagaimana adanya kata
per kata.
Karungut tersebut dipakai sebagai alat oleh ibu-ibu untuk menidurkan anak-anaknya dengan cara bernyanyi dan bersenandung.
Kesenian
Karungut juga digunakan untuk hajatan misalnya untuk upacara
perkawinan, khitanan, upacara pemakaman, penyambutan tamu, hari ulang
tahun, ulang tahun kantor, bahkan sekarang digunakan kampanye pilkada.
Jumlah
kelompok Karungut di Palangkaraya cukup besar yaitu ada 62 kelompok,
oLeh karena itu kelompok tersebut mempunyai potensi besar dalam
menyampaikan pesan-pesan informasi publik, pesan-pesan yang disampaikan
paling banyak pesan moral.
Mengingat
potensi Karungut penting sebagai media informasi publik, perlu
perhatian pemerintah pusat maupun daerah untuk pengembangan, dan perlu
dijalin hubungan yang baik antara seniman-seniman Karungut dengan para
pengusaha setempat untuk kerjasama promosi.
4. Mohing Asang
Mohing
Asang ialah nyanyian perang. Bila Pangkalima tlah membunyikan Selentak
tujuh kali kemudian terdengar nyanyian mohing Asang, itu berarti suatu
perintah untuk maju.
Salah satu Mohing Asang yang merupakan komando pangkalima perang yang menggunakan bahasa Ot Danom dengan dialek Siang Murung.
5. Ngendau
Ngendau
ialah senda gurau yang dilagukan. Biasanya dilakukan oleh para remaja
laki – laki ataupun perempuan dan bersahut – sahutan.
6. Kalalai-lalai
Kalalai – lalai ialah nyanyian yang disertai tari – tarian Suku Dayak Mama di daerah Kotawaringin
7. Natum
Natum adalah kisah sejarah masa lalu yang dilagukan
8. Natum pangpangal
Natum Pangpangal adalah ratap tangis kesedihan pada saat terjadi kematian anggota keluarga yang dilagukan.
9. Dodoi
Dodoi adalah nyanyian ketika sedang berkayuh diperahu atau dirakit.
10. Marung
Marung adalah nyanyian pada saat upacara atau pesta besar dan meriah pada budaya Kalimantan Tengah ini
11. Dondong
Dondong adalah nyanyian pada saat menanam padi dan memotong padi di desa.
12. Ngandan
Ngandan
ialah nyanyian yang dinyanyikan oleh pada lanjut usia yang ditunjukan
kepada generasi muda sebagai pujian, sanjungan dan kasih saying yang
diberikan kepada mereka.
13. Mansana Bandar
Mansana ialah cerita epic/campuran yang dilagukan, sedangkan Bandar adalah nama seorang tokoh yang sangat dipuja pada zamannya.
Bandar hidup dizaman Lewu Uju
dan diyakini bahwa tokoh andar bukan anya sekedar mitos. Hingga saat
ini masih ada orang – orang tertentu yang bernazar pada tokoh Bandar
ini. Keharuman namanya disebabkan karena kepribadiannya yang simpatik
dan menarik, disamping memiliki sifat kepahlawanan dan kesaktian yang
tiada duanya.
Banyak sansana tercipta untuk memuji dan mengagungkan tokoh Bandar ini namu dengan versi yang berbeda – beda. Beberapa judul Sansana Bandar yang popular ialah Pejan Tarahan, Tompi ala dia haliai dan masih banyak lagi.
14. Karunya
Karuna
ialah nyanyian yang diiringi suara dan music sebagai pemuja kepada
Ranying Hatala. Dapat juga diadakan pada saat upacara pengangkatan
seorang pemimpin mereka atau untuk menyambut kedatangan tamu yang sangat
dihormati.
15. Baratabe
Baratabe ialah nyanyian untuk menyambut kedatangan para tamu
16. Kandan
Kandan
ialah pantun yang dilagukan dan dilantunkan sahut – menyahut baik oleh
laki – laki ataupun perempuan dalam suatu pesta atau pertemuan. Apabila
pesta diadakan untuk menyambut tamu ang dihormati maka kalimat – kalimat
yang dilantunkan lebih bersifat pujian, sanjungan doa dan harapan
mereka kepada tamu yang dihormati itu.
Tradisi ini biasa ditemukan pada Suku Dayak Siang atau Murung di Kecamatan Siang dan Murung Kabupaten Barito Hulu,
17. Dedeo / ngaloak
Dedeo
atau ngeloak adalah Kandan yang istilahnya dibuat sedikit
berbeda,perbedaan itu dibuat karena sal usulnya berbeda. Dedeo atao
ngaloak itu berasal dari tradisi Suku Dayak Dusun Tengah di daerah
Barito Tengah Kalimantan tengah.
18. Selengot
Selengot
ialah pantun berirama yang biasa diadakan pada pesta pernikahan, namun
dalam upacara kematian Selengot terlarang oleh adat untuk dilaksanakan.
Selengot khusus dilakukan oleh laki – laki dalam menceritaan riwayat
hingga berlangsungnya pernikahan kedua mempelai dalh pesta pernikahan
tersebut
19. Setangis
Setangis
ialah nyanyian yang dilaksanakan hanya dalam upacara kematian dan
terlarang oleh adat dilaksanakan dalam pesta pernikahan. Baik laki –
laki maupun perempuan boleh melakukan setangis yang intinya menceritakan
riwayat hidupnya serta mengenang jasa yang meninggal serta ungkapan
kedudukan keluarga yang ditinggalkan.
Jenis – jenis instrument musiknya :
- Garantung
GARANTUNG
atau gong merupakan salah satu alat musik yang digunakan masyarakat
Suku Dayak. Selain garantung masyarakat Dayak juga menyebutnya dengan
gong dan agung. Garatung diklasifikasikan sebagai salah satu alat musik
dalam kelompok idiophone yang terbuat dari bahan logam; besi, kuningan,
atau perunggu.
Menurut
sejarah, garantung masuk ke wilayah Kalimantan, khususnya Kalimantan
Tengah dibawa oleh para pedagang dari tanah Jawa, tepatnya pada saat
hubungan dagang antara pedagang dari Kalimantan dan Kerajaan Majapahit.
Meski
begitu, ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa masuknya garantung
ke daratan Kalimantan dibawa oleh para pedagang asal Yunan (Cina, Red),
India dan Melayu yang pada masanya memiliki pengaruh besar bagi
perkembangan kehidupan masyarakat Suku Dayak.
Di
kalangan masyarakat Suku Dayak, garantung juga dipercaya sebagai salah
satu benda adat yang diturunkan dari Lewu Tatau (surga atau khayangan,
Red) sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi dengan roh-roh leluhur.
Dalam
komunitas masyarakat Suku Dayak, garantung juga digunakan untuk memberi
tahu masyarakat luas tentang adanya suatu acara atau pesta yang
dilaksanakan oleh salah satu keluarga, dan dari salah satu kampung ke
kampung lain.
Begitu
juga ketika ada acara kematian atau upacara tiwah –khususnya para
pemeluk Kaharingan, pada saat jenazah masih disemayamkan di rumah duka,
garantung akan dimainkan untuk mengantarkan roh orang yang meninggal ke
alam roh.
Tari
kanjan sebagai salah satu tarian sakral untuk mengantarkan roh orang
yang meninggal ke alam roh, garantung menjadi salah satu alat untuk
mengiringi tarian tersebut. Garantung akan dimainkan dengan irama khusus
dan sakral.
Selain
sebagai alat musik tradisional, dalam komunitas masyarakat adat Suku
Dayak, garantung juga menjadi salah satu benda berharga yang berfungsi
sebagai barang adat dan dijadikan sebagai alat tukar untuk menilai
sesuatu barang atau jasa.
Keperluan
sebagai barang adat itu masih berlangsung hingga sekarang, khususnya
pada acara adat perkawinan, garantung menjadi salah satu mas kawin atau
barang permintaan yang harus diserahkan kepada pihak ahli waris mempelai
perempuan.
Pada
perkembangan selanjutnya, karena terbatasnya jumlah garantung, maka
nilai sebuah garantung kemudian dihitung dalam bentuk nilai mata uang
yang berlaku pada saat perjanjian perkawinan adat kedua mempelai
dilakukan.
Selain
itu, dahulu, garantung juga menjadi salah satu penanda status sosial
seseorang. Semakin banyak garantung yang dimiliki oleh seseorang atau
keluarga tersebut, maka akan semakin tinggi status sosial yang
bersangkutan dan semakin tinggi pula ia dihormati.
Garantung
Suku Dayak terdiri atas empat jenis dengan lima nada dasar atau laras,
masing-masing; garantung tantawak berukuran kecil dan memiliki nada
dasar G atau E, garantung lisung dengan ukuran sedang yang memiliki nada
dasar D atau C, garantung papar berukuran besar dengan nada dasar A,
serta sebuah garantung bandih yang berbentuk kecil tetapi memiliki nada
yang tinggi.
- Salung
Salung ialah alat pukul yang hamper sama dengan Sarun, tetapi bedanya, salung ini terbuat dari kayu dan bambu.
3. Kangkanung
Kangkanung ialah sejenis gong dengan ukuran yang lebih kecil yang berjumlah lima biji dan tebuat dari tembaga
4. Sarun
Sarun merupakan alat music pukul yang terbuat dari besi atau logam. Bunyi yang dihasilkan hanya ada lima nada yaitu do, re, mi, sol, la.
- Gandang
MASYARAKAT
Suku Dayak mengenal dengan baik alat musik gandang sebagai salah satu
alat musik dari kelompok membranophone untuk mengiringi tarian dan lagu
yang dinyanyikan. Karena itu, alat musik gandang pun sangat populer
sebagai sebuah bagian harmoni di kalangan masyarakat Suku Dayak.
Bebunyian
gandang merupakan pelengkap perangkat musik yang terdiri atas berbagai
jenis alat musik termasuk rangkaian instrumen lain di antaranya;
garantung (gong, Red), dan kangkanong (kenong, Red).
Gandang
dibuat dari bahan kayu dengan rongga, sementara membran atau selaput
getar dibuat dari kulit hewan atau binatang dengan ukuran besar, antara
lain; sapi, kerbau, kambing atau jenis kulit binatang lain untuk
menutupi rongga dan diikat dengan rotan.
Sebelum
kulit binatang itu dijadikan selaput getar atau membran gandang, kulit
binatang itu dikeringkan dan dipasangkan menutupi semua bagian rongga
dan untuk mengencangkan membran digunakan beberapa baji pada simpei
(simpul, Red).
Menurut
sejarah dan galian kepurbakalaan, sejumlah kalangan memercayai bahwa
gandang merupakan alat musik tradisional dari daratan Cina sejak sekitar
3.000 tahun yang lalu dan kemudian berkembang ke seluruh dunia dibawa
oleh para perantau yang membawa tradisi kesenian ke luar Cina.
Pada
zaman purbakala, gandang itu tidak saja digunakan untuk acara
persembayangan atau persembahan kepada dewa-dewa dengan tarian dan
nyanyian, tetapi juga untuk menggetarkan semangat perjuangan para
tentara untuk maju perang dan digunakan sebagai alat komunikasi.
Menurut
catatan lainnya, gendang yang berkembang di Nusantara atau ranah
Melayu, termasuk Indonesia, dipercaya dibawa oleh unsur-unsur galur dari
tanah Parsi (Persia, Red) di wilayah Timur Tengah dan dibawa oleh para
pedagang Arab dan India pada kurun waktu sekitar abad ke-14 bersamaan
dengan masuknya agama Islam yang lebih banyak mewarnai tradisi Melayu.
Berdasarkan
rilis tersebut, sejumlah sejarawan percaya bahwa gendang lebih banyak
berkembang di wilayah Timur Tengah sebagai pelengkap musik tradisional
di kalangan bangsa Arab, sebelum kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Di
kalangan masyarakat Suku Dayak dikenal berbagai jenis gandang, antara
lain; gandang tatau, gandang manca dan gandang bontang. Ketiga jenis
gandang itu memiliki ukuran yang berbeda dan penggunaan yang berbeda
pula.
Gandang
tatau (gendang tunggal, Red) adalah jenis gandang yang agak besar dan
panjang. Panjangnya bisa mencapai satu-dua meter dengan garis tengah
atau diameter mencapai lebih kurang 40 centimeter.
Pada
gandang tatau, salah satu bagian ujungnya dipasang membran yang terbuat
dari kulit sapi, rusa atau panganen (ular sawa atau piton, Red) dan
pada bagian pangkalnya dibiarkan terbuka untuk menguatkan suara ketika
membran ditabuh.
Gandang
tatau biasanya digunakan pada upacara-upacara adat, antara lain acara
tiwah (upacara kematian, Red) dan upacara penyambutan tamu dengan alat
musik pengiring lainnya terdiri atas gong sebanyak tiga-lima buah dan
seperangkat kangkanong.
Gandang
manca lebih umum dikenal masyarakat Suku Dayak sebagai gandang kembar
yang terdiri atas sepasang gendang, yang terdiri atas gandang panggulung
dan gandang paningkah yang memiliki perbedaan ketebalan membran pada
bagian penutup rongga.
Gandang
manca ini juga merupakan gendang yang terdiri atas dua membran di kedua
ujung rongga dengan ukuran diamater yang berbeda, dalam artian, rongga
gandang ditutup oleh membran atau selaput getar yang melapisinya.
Pada
gandang panggulung, membran yang melapisi ujung rongga pada diameter
yang lebih besar dengan kulit yang lebih tebal dan pada ujung rongga
yang lebih kecil dipasang membran dengan kulit yang lebih tipis.
Sementara
gandang paningkah merupakan kebalikan dari gandang panggulung, yang
pada bagian ujung diameter yang lebih besar ditutup oleh membran yang
tipis, dan pada ujung lainnya dengan diameter yang lebih kecil
menggunakan membran yang lebih tebal.
Gandang
bontang bentuknya mirip dengan gandang tatau, tetapi ukurannya jauh
lebih kecil dan lebih pendek serta berukuran diameter antara 20-30
centimeter dan panjang antara 30-50 centimeter. Membran yang menutupinya
pun dari kulit hewan yang tebal.
Cara
membunyikan gandang bontang ini pun biasanya tidak dengan cara ditabuh
menggunakan telapak tangan seperti gandang-gandang lainnya, melainkan
dengan cara dipukul menggunakan rotan dan umumnya juga digunakan untuk
mengiringi balian bawo atau balian dadas.
- Katambung
Katambung
adalah alat music perkusi sejenis gendang yang biasa digunakan dalam
upacara – upacara adat. Ukuran panjang 75cm terbuat dari kayu ulin dan
bagian yang dipukul dengan telapak tangan terbuat dari kulit ikan buntal
yang telah dikeringkan berdiameter 10cm.
- Kecapi
Kecapi
adalah alat musik petik yang terbuat dari kayu ringan. Dimasa lalu tali
yang digunakan adalah tengang atau tali liat yang terbuat dari kulit
kayu, namun saat ini tengang dapat juga digantikan dengan tali nilon.
Dawai tali kecapi dapat dua, boleh juga tiga.Apabila tali kecapi dipetik
nada lagu dapat diatur. Suara kecapi biasanya untuk mengiringi karungut
dan Tari Kinyah.
- Serunai
Serunai terbuat dari bamboo atau kayu
- Kentong
Kentong
terbuat dari sejenis tumbuhan hutan yang dalam Bahas Dayak disebt
Belang ata Pohon jako. Yang diambil peepahnya yang telah tua, kemudian
dikeringkan. Setelah kering dipotong – potong ukuran sejengkal. Tengah –
tengah kentong berlidah dan ujungnya runcing dan bila dipukul akan
mengeluarkan bunyi.
- Suling Bahalang
Suling Bahalang ialah alat music tiup yang terbuat dari bambu barlubang tujuh.
- Suling Balawung
Suling
Balawung ialah alat music tiup yang terbuat dari bamboo berukuran kecil
dengan lima lubang dibagian bawah dan satu lubang dibagian atas. Suling
Balawang bias digunakan oleh perempuan.
- Rebab
Rebab ialah alat musik gesek.
- Kangkanong Humbang
Kangkanong Humbang ialah alat music yang terbuat dari bambu.
- Tote / serupai
Tote
ialah alat music tiup yang terbuat dari buluh kecil yang telah
dikeringkan dan ujung sebelahdalamnya diberi lidah. Pada batang dibuat
dua atau tiga buah lubang. Untuk menghasilkan bunyi ang merdu dan
menyayat kalbu, tote atau serupai ditiup pada baian uungnya.
- Babun
Babun sama dengan kendang.
- Kalali / suling panjang
Kalali
ialah alat music tiup yang terbuat dari buluh kecil yang telah
dikecilkan. Ukuran panjang setengah meter dengan ujung beruas dan dibuat
luang kecil dekat ruas tersebut. Ujung ruas diraut agar dapat dipasang
sepotong roan yang telah diraut pula berbentuk tipis. Buluh rotan diikat
pada batang kalali, kemudian dibuat lima buah lubang untuk menentukan
tinggi rendahnya nada.