Pada zaman dahulu kala, di Kalimantan Tengah, hiduplah seorang pemburu tangguh
bernama
Sangi. Ia sangat ahli dalam menyumpit binatang buruan. Sumpitnya selalu
mengenai sasaran. Setiap kali berburu, ia selalu berhasil membawa
pulang banyak daging binatang buruan.
Sangi
tinggal di daerah aliran Sungai Mahoroi, anak Sungai Kahayan. Ia
tinggal bersama keluarga dan kerabatnya. Mereka hidup dari bercocok
tanam di ladang dan berburu. Ladang mereka masih sering
berpindah-pindah. Selain itu, mereka juga mencari bahan pangan dari
tumbuh-tumbuhan yang terdapat di hutan-hutan pedalaman.
Pada suatu hari, seperti biasa Sangi pergi berburu. Namun hari itu, ia sangat kesal. Dari pagi hingga sore, tidak
Dalam
perjalanan pulang, Sangi melihat air tepi sungai sangat keruh.
”Sepertinya baru saja seekor babi hutan lewat di tepi sungai itu,” kata
Sangi dalam hati. Karena penasaran, Sangi kemudian memeriksa bekas jejak
kaki babi di tanah. Ternyata dugaan Sangi benar. Ia melihat bekas jejak
kaki babi hutan di tanah menuju ke arah sungai. Dengan penuh harap,
Sangi mengikuti arah jejak binatang itu. Tidak seberapa jauh dari
sungai, ia menemukan babi hutan yang dicarinya. Namun sayang, sebagian
dari tubuh babi hutan itu telah berada di mulut seekor naga. Pemandangan
itu sangat mengerikan dan menakutkan Sangi. Ia tidak bisa berteriak.
Dengan pelan-pelan, ia beranjak dari tempatnya berdiri lalu bersembunyi
di tempat yang tidak jauh dari naga itu.
Dari
balik tempatnya bersembunyi, Sangi menyaksikan naga itu berusaha
menelan seluruh tubuh babi hutan. Meskipun naga itu telah mencobanya
berulang-ulang, namun usahanya selalu gagal. Karena kesal, akhirnya naga
itu pun menyerah. Dengan murka ia palingkan wajahnya ke arah Sangi yang
sejak tadi memerhatikannya.
Mengetahui
hal tersebut, Sangi sangat ketakutan. Badannya gemetaran. ”Waduh gawat!
Naga itu ternyata mengetahui keberadaan saya di sini.
Jangan-jangan...naga itu hendak memangsa saya,” gumam Sangi dengan
cemasnya. Baru saja ucapan itu lepas dari mulut Sangi, dalam sekejap
mata bayangan naga itu menghilang dan menjelma menjadi seorang pemuda
tampan. Sangi sangat heran. Ketakutannya berubah menjadi ketakjuban.
Tiba-tiba,
pemuda tampan itu menghampiri Sangi dan memegang lengannya. “Hei, anak
muda! Telan babi hutan itu! Kamu tidak seharusnya mengintip naga yang
sedang menelan mangsanya!” bentak pemuda tampan itu. ”Saa…saa… ya…tidak
bisa,” kata Sangi ketakutan. ”Bagaimana mungkin saya dapat menelan babi
hutan sebesar itu?” tambahnya. “Turuti perintahku! Jangan membantah!”
seru pemuda tampan itu tak mau dibantah.
Mendengar
bentakan itu, Sangi tidak bisa menolak apa yang diperintahkan pemuda
tampan itu. Sangi kemudian mendekati babi yang tergeletak di tanah tak
jauh darinya. Sungguh ajaib, dengan mudah Sangi menelan babi hutan itu,
seolah-olah ia seekor naga besar. Sangi pun terheran-heran pada dirinya
sendiri. ”Kenapa hal ini bisa terjadi? Ini benar-benar tidak masuk
akal,” kata Sangi dalam hati. “Karena kamu telah mengintip naga yang
tengah memakan mangsanya, maka sejak itu pula kamu telah menjadi naga
jadi-jadian. Kamu tidak dapat menolak apa yang sudah terjadi,” ujar
pemuda tampan itu menjelaskan.
”Apa?
Aku tidak mau jadi seekor naga jadi-jadian. Aku mau jadi manusia
biasa!” seru Sangi tidak terima. ”Tuan, jadikan aku menusia biasa saja!”
serunya memohon. Mendengar permohonan Sangi, pemuda tampan itu tertawa
terbahak-bahak, ”Haa...haa...haa..., kamu tak perlu cemas anak muda.
Selama kamu dapat merahasiakan kejadian ini, kamu dapat terus menjadi
manusia,” jelas si pemuda tampan. Bernakah itu tuan?” tanya Sangi tak
percaya. Karena masih dihantui rasa penasaran, Sangi kemudian bertanya
lagi kepada pemuda tampan itu, ”Apa keistimewaan menjadi seekor naga
jadi-jadian itu?” sambil tersenyum, pemuda tampan itu menjawab,
”Sebenarnya kamu orang yang sangat beruntung. Dengan demikian, kamu akan
terus awet muda. Banyak orang ingin awet muda, akan tetapi tidak bisa.
Sedangkan kamu, dengan mudah mendapatkannya”. Sangi sangat senang
mendengar jawaban itu, ”Wah, menyenangkan sekali kalau begitu, Saya bisa
hidup selama beratus-ratus tahun.” Lalu, Sangi bertanya kembali, ”Apa
larangannya?” Pemuda tampan itu menjawab, ”Kamu tidak boleh menceritakan
hal ini kepada siapa pun. Jika kamu melanggarnya, wujudmu akan menjelma
menjadi seekor naga. Kamu paham?” tanya pemuda tampan itu. ”Wah...mudah
sekali larangannya tuan. Kalau begitu saya bersedia untuk mematuhi
larangan itu,” jawab Sangi dengan mantap. Bersamaan dengan itu,
tiba-tiba pemuda tampan di hadapannya itu menghilang entah ke mana.
Sangi pun bergegas pulang ke rumahnya.
Sejak
itu, Sangi terus menjaga agar rahasianya agar tidak diketahui orang
lain, termasuk kerabat dan keluarga terdekatnya. Dengan begitu, ia tetap
awet muda sampai usia 150 tahun. Hal ini membuat para kerabat, anak
cucu, dan cicitnya ingin mengetahui rahasianya hingga tetap awet muda.
Mereka juga ingin seperti Sangi. Panjang umur, sehat, dan awet muda.
Setiap
hari, mereka terus bertanya kepada Sangi mengenai rahasianya. Karena
didesak terus-menerus, akhirnya Sangi membeberkan rahasia yang telah
lama ditutupinya. Dengan demikian, Sangi telah melanggar larangan yang
dikiranya mudah itu. Akibatnya, tubuhnya mulai berganti rupa menjadi
seekor naga. Kedua kulit kakinya pelan-pelan berganti menjadi sisik
tebal, dan akhirnya berubah menjadi seekor naga yang besar dan panjang.
Menyadari hal itu, Sangi kemudian menyalahkan seluruh keturunannya yang
terus mendesaknya hingga ia membeberkan rahasianya. Hal inilah yang
membuat Sangi sangat marah dan geram. ”Kalian memang jahat! Kalian semua
akan mati!” seru Sangi
dengan geram.
Setelah
itu, Sangi lari ke sana ke mari dengan marah. Seluruh badannya terasa
panas Akhirnya, tubuhnya menjelma menjadi seekor naga. Sebelum
menceburkan diri ke dalam sungai, ia sempat mengambil harta pusaka yang
lama disimpannya dalam sebuah guci Cina. Guci itu berisi perhiasan dan
kepingan-kepingan emas. Sangi terus berlari ke sungai. Setibanya di
Sungai Kahayan, ia segera menyebarkan perhiasan dan kepingan-kepingan
emas itu sambil berseru, ”Siapa saja yang berani mendulang emas di
daerah aliran sungai ini, maka ia akan mati. Emas-emas itu akan menjadi
tumbal kematiannya!”
Setelah
itu, Sangi yang telah menjelma menjadi seekor naga, menceburkan diri ke
dalam hulu sungai. Sejak itu, ia menjadi penjaga Sungai Kahayan. Anak
Sungai Kahayan itu kemudian disebut pula sebagai Sungai Sangi. Anak
keturunan Sangi yang mempertanyakan rahasianya banyak yang meninggal
setelah itu.
MANUSIA HANTU (HANTUEN)
Dahulu kala, di Baras Semayang hiduplah sebuah keluarga yang
memiliki seorang anak gadis bernama Tapih. Suatu hari, Saat Tapih mandi
di sungai, tiba-tiba topi tanggul dareh (topi yang tepinya lebar dan khusus dipergunakan pada upacara khusus) miliknya dihempaskan angin kencang dan jatuh di sungai. Topi itu kemudian terbawa arus sungai yang cukup deras.
Karena topi itu dianggap bukan sembarang topi, maka Tapih dan orang tuanya menyusuri setiap desa yang terletak di sepanjang sungai Rungan untuk mencarinya.
Ditanyainya setiap orang desa yang ditemui, namun mereka tak ada yang mengetahuinya. Akhirnya, Tapih dan orang tuanya tiba di desa Sepang Simin dan menemukan kembali topi itu. Ternyata topi itu dipungut oleh seorang pemuda bernama Antang Taung. Orang tua Tapih menghadiahi pemuda itu emas, namun Antang Taung menolaknya. Sebagai gantinya, ia meminta Tapih untuk dijadikan istrinya. Permintaan itu di setujui oleh orang tua Tapih.
Tak lama kemudian, Antang dan Tapih dinikahkan di desa Baras Semanyang. Menurut adat setempat, sepasang mempelai baru harus berdiam di rumah kedua orang tua masing-masing secara berfiliran. Mereka merasa sangat berat untuk memenuhi adat ini karena diantara kedua desa mereka terdapat hutan yang cukup lebat.
Untuk pemecahan masalah itu, diputuskan membuat jalan yang dapat menghubungken kedua desa tanpa melalui hutan tersebut. Pembuatan jalan di mulai dari Baras Semayang. Pekerjaan mereka mulanya mengalami gangguan makhluk gaib. Setiap kali pekerja pulang, gubuk tempat mereka beristirahat telah dimasuki orang dan bekal makanan mereka dicuri.
Hingga suatu hari, mereka menemukan akal. Mereka berbuat seolah-olah meninggalkan gubuk untuk bekerja, tetepi sebenarnya mereka bersembunyi di balik semak yang tak jauh dari tempat itu. Dari tempat persembuyian itu , mereka dapat melihat seekor binatang angkes (sejenis landak) sedang menaiki tangga gubuk. Setelah masuk kedalam, binatang itu menggoyang-goyangkan tubuhnya, dan secara ajaib berubah menjadi seorang pemuda yang tampan.
Melihat hal itu para pekerja segera meringkus dan berhasil menangkapnya. Ia minta ampun agar dilepaskan, jika ia dilepaskan ia berjanji akan membantu para pekerja membuat jalan. Akhirnya permintaan itu diluluskan. Anehnya, pemuda jelmaan binatang angkes tadi berhasil menyelesaikan pembuatan jalan yang cukup panjang hanya dalam waktu tiga hari. Mengetahui akn hal itu Tapih dan suaminya sangat kagum kepada pemuda jadi-jadian itu dan mereka mengambilnya sebagai anak angkat. Kini, dengan adanya jalan itu, suami istri itu dapat mondar mandir kedesa masing-masing dengan mudah tanpa harus melewati hutan yang cukup lebat itu.
Beberapa waktu kemudian Tapih pun mengandung. Saat itu mereka berada di desa Sepang Simin. Calon ibu muda itu mengidam ingin makan ikan, maka Antang Taung segera pergi kesungai untuk menangkap ikan. Saat itu ia mendapat hasil cukup lumayan. namun,ketika ia akan mendarat ke desa dengan biduknya,tiba-tiba turun hujan besar. Dengan tergesa –gesa ia lari pulang,dan tanpa ia sengaja telah meninggalkan seekor ikan tomang di dalam perahunya.
Keesokan harinya,ketika ia kembali ke perahu untuk mengambilnya ,ternyata ikan itu telah lenyap. Sebagai gantinya , ditempat itu terbaring seorang bayi perempuan. Anak itu kemudian di bawa pulang oleh Antang Taung dan anak itu kemudian diangkat menjadi anak angkat mereka. Anehnya, bayi perempuan temuan mereka itu tumbuh dengan cepatnya. Dalam waktu beberapa bulan saja ia sudah menjadi seorang gadis dewasa yang cantik. Gadis jelmaan ikan tomang itu kemudian jatuh cinta pada pemuda jelmaan binatang angkes. Dan keduanya kemudian dikawinkan. Mereka menjadi suami istri yang bahagia.
Tak lama kemudian mereka melahirkan seorang anak laki-laki. Akan tetapi, anak itu mati tak lama setelah lahir. Betapa sedih kedua manusia jelmaan binatang itu. sKesedihan lain pun muncul. Beberapa hari kemudian saudara laki-laki angkat mereka, yakni putera Tapih dan Antang Taung juga meninggal. Menurut adat, orang yang meninggal harus dilakukan dua kali upacara kematian, sebelum arwahnya dapat menuju ke Lewu Tatau (Sorga orang Dayak Ngaju). Pada upacara pertama jenazah dikebumikan dan pada upacara kedua, jenazah yang sudah tinggal tulang belulang itu dibakar. Hal ini dimaksudkan untuk membebaskan roh seseorang dari badan kasarnya untuk selama-lamanya. Sifat upacara ini mewah sekali dan disebut dengan nama Tiwah.
Ketika mendengar bahwa saudara angkatnya hendak di tiwahkan, suami istri jelmaan binatang itu ingin juga agar anaknya yang telah meninggal dibakar dalam upacara tersebut. Niat itu sangat di tentang oleh Tapih dan Antang Taung, tapi mereka tak menghiraukan dan bersikukuh dengan niat itu.
Dan terjadi sesuatu yang menghebohkan ketika kuburan anak suami istri jadi-jadian itu di gali. Ternyata yang tinggal bukan tulang belulang manusia melainkan tulang belulang binatang dan ikan. Kejadian itu membuat malu besar pada kedua suami istri asal binatang itu, sehingga akhirnya mereka menyinkir dari desa Sepang Simin dan membangun sebuah desa di hutan belantara. Didesa itu mereka kemudian berkembang biak menjadi suatu keluarga besar. Keturunannya kemudian dikenal dengan sebutan Hantuen.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, orang hantuen yang asli sudah tidak ada. Yang ada hanyalah keturunannya yang sudah kawin dengan manusia biasa. Orang yang memiliki darah hantuen dipercaya akan memiliki kemampuan untuk mengubah diri menjadi hantu jadi-jadian (hantuen). Pada siang hari mereka akan menjadi manusia biasa, tetapi pada malam hari mereka akan mengubah dirinya menjadi hantu tanpa tubuh yang gemar menghisap darah.
Karena topi itu dianggap bukan sembarang topi, maka Tapih dan orang tuanya menyusuri setiap desa yang terletak di sepanjang sungai Rungan untuk mencarinya.
Ditanyainya setiap orang desa yang ditemui, namun mereka tak ada yang mengetahuinya. Akhirnya, Tapih dan orang tuanya tiba di desa Sepang Simin dan menemukan kembali topi itu. Ternyata topi itu dipungut oleh seorang pemuda bernama Antang Taung. Orang tua Tapih menghadiahi pemuda itu emas, namun Antang Taung menolaknya. Sebagai gantinya, ia meminta Tapih untuk dijadikan istrinya. Permintaan itu di setujui oleh orang tua Tapih.
Tak lama kemudian, Antang dan Tapih dinikahkan di desa Baras Semanyang. Menurut adat setempat, sepasang mempelai baru harus berdiam di rumah kedua orang tua masing-masing secara berfiliran. Mereka merasa sangat berat untuk memenuhi adat ini karena diantara kedua desa mereka terdapat hutan yang cukup lebat.
Untuk pemecahan masalah itu, diputuskan membuat jalan yang dapat menghubungken kedua desa tanpa melalui hutan tersebut. Pembuatan jalan di mulai dari Baras Semayang. Pekerjaan mereka mulanya mengalami gangguan makhluk gaib. Setiap kali pekerja pulang, gubuk tempat mereka beristirahat telah dimasuki orang dan bekal makanan mereka dicuri.
Hingga suatu hari, mereka menemukan akal. Mereka berbuat seolah-olah meninggalkan gubuk untuk bekerja, tetepi sebenarnya mereka bersembunyi di balik semak yang tak jauh dari tempat itu. Dari tempat persembuyian itu , mereka dapat melihat seekor binatang angkes (sejenis landak) sedang menaiki tangga gubuk. Setelah masuk kedalam, binatang itu menggoyang-goyangkan tubuhnya, dan secara ajaib berubah menjadi seorang pemuda yang tampan.
Melihat hal itu para pekerja segera meringkus dan berhasil menangkapnya. Ia minta ampun agar dilepaskan, jika ia dilepaskan ia berjanji akan membantu para pekerja membuat jalan. Akhirnya permintaan itu diluluskan. Anehnya, pemuda jelmaan binatang angkes tadi berhasil menyelesaikan pembuatan jalan yang cukup panjang hanya dalam waktu tiga hari. Mengetahui akn hal itu Tapih dan suaminya sangat kagum kepada pemuda jadi-jadian itu dan mereka mengambilnya sebagai anak angkat. Kini, dengan adanya jalan itu, suami istri itu dapat mondar mandir kedesa masing-masing dengan mudah tanpa harus melewati hutan yang cukup lebat itu.
Beberapa waktu kemudian Tapih pun mengandung. Saat itu mereka berada di desa Sepang Simin. Calon ibu muda itu mengidam ingin makan ikan, maka Antang Taung segera pergi kesungai untuk menangkap ikan. Saat itu ia mendapat hasil cukup lumayan. namun,ketika ia akan mendarat ke desa dengan biduknya,tiba-tiba turun hujan besar. Dengan tergesa –gesa ia lari pulang,dan tanpa ia sengaja telah meninggalkan seekor ikan tomang di dalam perahunya.
Keesokan harinya,ketika ia kembali ke perahu untuk mengambilnya ,ternyata ikan itu telah lenyap. Sebagai gantinya , ditempat itu terbaring seorang bayi perempuan. Anak itu kemudian di bawa pulang oleh Antang Taung dan anak itu kemudian diangkat menjadi anak angkat mereka. Anehnya, bayi perempuan temuan mereka itu tumbuh dengan cepatnya. Dalam waktu beberapa bulan saja ia sudah menjadi seorang gadis dewasa yang cantik. Gadis jelmaan ikan tomang itu kemudian jatuh cinta pada pemuda jelmaan binatang angkes. Dan keduanya kemudian dikawinkan. Mereka menjadi suami istri yang bahagia.
Tak lama kemudian mereka melahirkan seorang anak laki-laki. Akan tetapi, anak itu mati tak lama setelah lahir. Betapa sedih kedua manusia jelmaan binatang itu. sKesedihan lain pun muncul. Beberapa hari kemudian saudara laki-laki angkat mereka, yakni putera Tapih dan Antang Taung juga meninggal. Menurut adat, orang yang meninggal harus dilakukan dua kali upacara kematian, sebelum arwahnya dapat menuju ke Lewu Tatau (Sorga orang Dayak Ngaju). Pada upacara pertama jenazah dikebumikan dan pada upacara kedua, jenazah yang sudah tinggal tulang belulang itu dibakar. Hal ini dimaksudkan untuk membebaskan roh seseorang dari badan kasarnya untuk selama-lamanya. Sifat upacara ini mewah sekali dan disebut dengan nama Tiwah.
Ketika mendengar bahwa saudara angkatnya hendak di tiwahkan, suami istri jelmaan binatang itu ingin juga agar anaknya yang telah meninggal dibakar dalam upacara tersebut. Niat itu sangat di tentang oleh Tapih dan Antang Taung, tapi mereka tak menghiraukan dan bersikukuh dengan niat itu.
Dan terjadi sesuatu yang menghebohkan ketika kuburan anak suami istri jadi-jadian itu di gali. Ternyata yang tinggal bukan tulang belulang manusia melainkan tulang belulang binatang dan ikan. Kejadian itu membuat malu besar pada kedua suami istri asal binatang itu, sehingga akhirnya mereka menyinkir dari desa Sepang Simin dan membangun sebuah desa di hutan belantara. Didesa itu mereka kemudian berkembang biak menjadi suatu keluarga besar. Keturunannya kemudian dikenal dengan sebutan Hantuen.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, orang hantuen yang asli sudah tidak ada. Yang ada hanyalah keturunannya yang sudah kawin dengan manusia biasa. Orang yang memiliki darah hantuen dipercaya akan memiliki kemampuan untuk mengubah diri menjadi hantu jadi-jadian (hantuen). Pada siang hari mereka akan menjadi manusia biasa, tetapi pada malam hari mereka akan mengubah dirinya menjadi hantu tanpa tubuh yang gemar menghisap darah.
so nice mba ... kunjungi blog aku ya
BalasHapusMinta terjemahan cerita batu Suli nya ya???
BalasHapus