Selasa, 12 November 2013

KUMPULAN CERITA RAKYAT DARI KALIMANTAN TENGAH

                                                      LEGENDA SUNGAI SANGI

Pada zaman dahulu kala, di Kalimantan Tengah, hiduplah seorang pemburu tangguh
bernama Sangi. Ia sangat ahli dalam menyumpit binatang buruan. Sumpitnya selalu mengenai sasaran. Setiap kali berburu, ia selalu berhasil membawa pulang banyak daging binatang buruan.
Sangi tinggal di daerah aliran Sungai Mahoroi, anak Sungai Kahayan. Ia tinggal bersama keluarga dan kerabatnya. Mereka hidup dari bercocok tanam di ladang dan berburu. Ladang mereka masih sering berpindah-pindah. Selain itu, mereka juga mencari bahan pangan dari tumbuh-tumbuhan yang terdapat di hutan-hutan pedalaman.
Pada suatu hari, seperti biasa Sangi pergi berburu. Namun hari itu, ia sangat kesal. Dari pagi hingga sore, tidak
seekor binatang buruan pun yang diperolehnya. Karena hari mulai senja, ia berniat pulang.
Dalam perjalanan pulang, Sangi melihat air tepi sungai sangat keruh. ”Sepertinya baru saja seekor babi hutan lewat di tepi sungai itu,” kata Sangi dalam hati. Karena penasaran, Sangi kemudian memeriksa bekas jejak kaki babi di tanah. Ternyata dugaan Sangi benar. Ia melihat bekas jejak kaki babi hutan di tanah menuju ke arah sungai. Dengan penuh harap, Sangi mengikuti arah jejak binatang itu. Tidak seberapa jauh dari sungai, ia menemukan babi hutan yang dicarinya. Namun sayang, sebagian dari tubuh babi hutan itu telah berada di mulut seekor naga. Pemandangan itu sangat mengerikan dan menakutkan Sangi. Ia tidak bisa berteriak. Dengan pelan-pelan, ia beranjak dari tempatnya berdiri lalu bersembunyi di tempat yang tidak jauh dari naga itu.
Dari balik tempatnya bersembunyi, Sangi menyaksikan naga itu berusaha menelan seluruh tubuh babi hutan. Meskipun naga itu telah mencobanya berulang-ulang, namun usahanya selalu gagal. Karena kesal, akhirnya naga itu pun menyerah. Dengan murka ia palingkan wajahnya ke arah Sangi yang sejak tadi memerhatikannya.
Mengetahui hal tersebut, Sangi sangat ketakutan. Badannya gemetaran. ”Waduh gawat! Naga itu ternyata mengetahui keberadaan saya di sini. Jangan-jangan...naga itu hendak memangsa saya,” gumam Sangi dengan cemasnya. Baru saja ucapan itu lepas dari mulut Sangi, dalam sekejap mata bayangan naga itu menghilang dan menjelma menjadi seorang pemuda tampan. Sangi sangat heran. Ketakutannya berubah menjadi ketakjuban.
Tiba-tiba, pemuda tampan itu menghampiri Sangi dan memegang lengannya. “Hei, anak muda! Telan babi hutan itu! Kamu tidak seharusnya mengintip naga yang sedang menelan mangsanya!” bentak pemuda tampan itu. ”Saa…saa… ya…tidak bisa,” kata Sangi ketakutan. ”Bagaimana mungkin saya dapat menelan babi hutan sebesar itu?” tambahnya. “Turuti perintahku! Jangan membantah!” seru pemuda tampan itu tak mau dibantah.
Mendengar bentakan itu, Sangi tidak bisa menolak apa yang diperintahkan pemuda tampan itu. Sangi kemudian mendekati babi yang tergeletak di tanah tak jauh darinya. Sungguh ajaib, dengan mudah Sangi menelan babi hutan itu, seolah-olah ia seekor naga besar. Sangi pun terheran-heran pada dirinya sendiri. ”Kenapa hal ini bisa terjadi? Ini benar-benar tidak masuk akal,” kata Sangi dalam hati. “Karena kamu telah mengintip naga yang tengah memakan mangsanya, maka sejak itu pula kamu telah menjadi naga jadi-jadian. Kamu tidak dapat menolak apa yang sudah terjadi,” ujar pemuda tampan itu menjelaskan.
”Apa? Aku tidak mau jadi seekor naga jadi-jadian. Aku mau jadi manusia biasa!” seru Sangi tidak terima. ”Tuan, jadikan aku menusia biasa saja!” serunya memohon. Mendengar permohonan Sangi, pemuda tampan itu tertawa terbahak-bahak, ”Haa...haa...haa..., kamu tak perlu cemas anak muda. Selama kamu dapat merahasiakan kejadian ini, kamu dapat terus menjadi manusia,” jelas si pemuda tampan. Bernakah itu tuan?” tanya Sangi tak percaya. Karena masih dihantui rasa penasaran, Sangi kemudian bertanya lagi kepada pemuda tampan itu, ”Apa keistimewaan menjadi seekor naga jadi-jadian itu?” sambil tersenyum, pemuda tampan itu menjawab, ”Sebenarnya kamu orang yang sangat beruntung. Dengan demikian, kamu akan terus awet muda. Banyak orang ingin awet muda, akan tetapi tidak bisa. Sedangkan kamu, dengan mudah mendapatkannya”. Sangi sangat senang mendengar jawaban itu, ”Wah, menyenangkan sekali kalau begitu, Saya bisa hidup selama beratus-ratus tahun.” Lalu, Sangi bertanya kembali, ”Apa larangannya?” Pemuda tampan itu menjawab, ”Kamu tidak boleh menceritakan hal ini kepada siapa pun. Jika kamu melanggarnya, wujudmu akan menjelma menjadi seekor naga. Kamu paham?” tanya pemuda tampan itu. ”Wah...mudah sekali larangannya tuan. Kalau begitu saya bersedia untuk mematuhi larangan itu,” jawab Sangi dengan mantap. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba pemuda tampan di hadapannya itu menghilang entah ke mana. Sangi pun bergegas pulang ke rumahnya.
Sejak itu, Sangi terus menjaga agar rahasianya agar tidak diketahui orang lain, termasuk kerabat dan keluarga terdekatnya. Dengan begitu, ia tetap awet muda sampai usia 150 tahun. Hal ini membuat para kerabat, anak cucu, dan cicitnya ingin mengetahui rahasianya hingga tetap awet muda. Mereka juga ingin seperti Sangi. Panjang umur, sehat, dan awet muda.

Setiap hari, mereka terus bertanya kepada Sangi mengenai rahasianya. Karena didesak terus-menerus, akhirnya Sangi membeberkan rahasia yang telah lama ditutupinya. Dengan demikian, Sangi telah melanggar larangan yang dikiranya mudah itu. Akibatnya, tubuhnya mulai berganti rupa menjadi seekor naga. Kedua kulit kakinya pelan-pelan berganti menjadi sisik tebal, dan akhirnya berubah menjadi seekor naga yang besar dan panjang. Menyadari hal itu, Sangi kemudian menyalahkan seluruh keturunannya yang terus mendesaknya hingga ia membeberkan rahasianya. Hal inilah yang membuat Sangi sangat marah dan geram. ”Kalian memang jahat! Kalian semua akan mati!” seru Sangi
dengan geram.
Setelah itu, Sangi lari ke sana ke mari dengan marah. Seluruh badannya terasa panas Akhirnya, tubuhnya menjelma menjadi seekor naga. Sebelum menceburkan diri ke dalam sungai, ia sempat mengambil harta pusaka yang lama disimpannya dalam sebuah guci Cina. Guci itu berisi perhiasan dan kepingan-kepingan emas. Sangi terus berlari ke sungai. Setibanya di Sungai Kahayan, ia segera menyebarkan perhiasan dan kepingan-kepingan emas itu sambil berseru, ”Siapa saja yang berani mendulang emas di daerah aliran sungai ini, maka ia akan mati. Emas-emas itu akan menjadi tumbal kematiannya!”
Setelah itu, Sangi yang telah menjelma menjadi seekor naga, menceburkan diri ke dalam hulu sungai. Sejak itu, ia menjadi penjaga Sungai Kahayan. Anak Sungai Kahayan itu kemudian disebut pula sebagai Sungai Sangi. Anak keturunan Sangi yang mempertanyakan rahasianya banyak yang meninggal setelah itu.
                                
                                                                      BAWI KUWU TUMBANG RAKUMPIT

konon sekitar abad ke-18, di sebuah kampung sekitarpertengahan aliran Sungai Rungan tepatnya di Kelurahan Mungku Baru Kecamatan Rakumpit, tinggallah Bawi Kuwu dan kedua orangtuannya. Ketika beranjak dewasa wanita cantik itu dilarang orangtuannya untuk keluar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam
kamar dengan dikawal dayang-dayang yang setia mengawal dan menjaga hingga bertahun-tahun lamanya. Pada suatu ketika, kedua orangtua Bawi Kuwu ingin pergi keladang lalu berpesan kepada dayang-dayang untuk menjaga anak kesanyangan mereka itu di dalam rumah. tidak lama setelah kedua orangtuannya itu pergi, tiba-
tiba Bawi Kuwu merasakan kepanasan dan ingin madi di Sungai Rungan yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka, tentu para dayang yang mengawal Bawi Kuwu melarangnya untuk keluar rumah, apalagi untuk pergi sendiri ke sungai. Lalu dayang-dayang itu mengambilkan air kesuangai Rungan untuk memandikan Bawi Kuwu di dalam rumah, tetapi keinginan dari para dayang itu ditolaknya dan tetap bersikeras untuk pergi sendiri kesuangai itu. Suasana hampir tidak terkendali tetapi akhirnya para dayang berhasil mencegah keinginan Bawi Kuwu tersebut. Selang beberapa lama kemudian, rupanya perlakuan dari para dayang itu malah membuat Bawi Kuwu merasa penasaran. Setelah melihat situasi aman dan lepas dari pengawalan, Bawi Kuwu pergi ke Sungai Rungan dengan diam-diam tanpa ada yang tahu. Sesampainya di tepi sungai, tepatnya diatas Lanting (rakit dari kayu dalam bahasa suku dayak) kejadian naas menimpa gadis cantik itu. Tiba-tiba buaya besar muncul ke permukaan air dan menyambar Bawi Kuwu yang belum sempat mandi di sungai itu, lalu membawannya ke sarangnya di dalam sungai. Sementara itu situasi di dalam rumah geger setelah para dayang menyadari bahwa Bawi Kuwu tidak ada didalam kamar. Kemarahan besar muncul dari kedua orangtua Kuwu kepada dayang-dayang, karena telah lalai sehingga mereka tidak mengetahui kemana perginya anak kesayangan mereka itu. Lalu hari itu juga mereka memanggil para tokoh adat dan orang-orang yang memiliki kesaktian dari suku dayak.
Tiga hari tiga malam lamanya, mereka mengadakan ritual dalam suku dayak untuk mencari Bawi kuwu, dan pada suatu malam, saudara laki-laki dari Bawi Kuwu bermimpi bertemu dengan Patahu (orang gaib suku dayak)
dan memberikan petunjuk bahwa Bawi Kuwu masih hidup dan sekarang berada didalam perut
buaya yang telah membawannya itu. Orang gaib itu juga berpesa apabila buaya itu muncul, jangan sekali-kali membunuhnya. Lalu saudarnya itu terbangun dari tidur dan menceritakan tentang mimpinya itu. Ketika itu juga mereka mencari Pangareran (Pawang buaya dalam bahasa suku dayak), dan tepat pada hari ketiga dalam ritual itu, buaya yang membawa Bawi Kuwu muncul dari Sungai Rungan lalu bergerak menuju daratan. Setelah melihat buaya besar itu datang, tiba-tiba rasa sedih bercampur amarah muncul dari saudara laki-laki Bawi Kuwu. Mungkin karena begitu menyayangi adiknya membuatnya kalap dan lupa akan pesan orang gaib yang menjumpainya didalam mimpi, lalu ia menombak buaya itu sehingga akhirnya mati. Setelah melihat kejadian itu, mereka langsung membelah perut buaya dengan peralatan seadanya dan mendapati Bawi Kuwu yang juga sudah tidak bernyawa lagi, mati bersama-sama dengan buaya itu. Akhirnya suasana duka menyelimuti seluruh kerabat dan semua yang menyaksikan peristiwa itu.
 

                          MANUSIA HANTU (HANTUEN)

Dahulu kala, di Baras Semayang hiduplah sebuah keluarga yang memiliki seorang anak gadis bernama Tapih. Suatu hari, Saat Tapih mandi di sungai, tiba-tiba topi tanggul dareh (topi yang tepinya lebar dan khusus dipergunakan pada upacara khusus) miliknya dihempaskan angin kencang dan jatuh di sungai. Topi itu kemudian terbawa arus sungai yang cukup deras.
Karena topi itu dianggap bukan sembarang topi, maka Tapih dan orang tuanya menyusuri setiap desa yang terletak di sepanjang sungai Rungan untuk mencarinya.
Ditanyainya setiap orang desa yang ditemui, namun mereka tak ada yang mengetahuinya. Akhirnya, Tapih dan orang tuanya tiba di desa Sepang Simin dan menemukan kembali topi  itu. Ternyata topi  itu dipungut oleh seorang pemuda bernama Antang Taung. Orang tua Tapih menghadiahi pemuda itu emas, namun Antang Taung menolaknya. Sebagai gantinya, ia meminta Tapih untuk dijadikan istrinya. Permintaan itu di setujui oleh orang tua Tapih.
Tak lama kemudian, Antang dan Tapih dinikahkan di desa Baras Semanyang. Menurut adat setempat, sepasang mempelai baru harus berdiam di rumah kedua orang tua masing-masing secara berfiliran. Mereka merasa sangat berat untuk memenuhi adat ini karena diantara kedua desa mereka terdapat hutan yang cukup lebat.
Untuk pemecahan masalah itu, diputuskan membuat jalan yang dapat menghubungken kedua desa tanpa melalui hutan tersebut.  Pembuatan jalan di mulai dari Baras Semayang. Pekerjaan mereka mulanya mengalami gangguan makhluk gaib. Setiap kali pekerja pulang, gubuk tempat mereka beristirahat telah dimasuki orang dan bekal makanan mereka dicuri.
Hingga suatu hari, mereka menemukan akal. Mereka berbuat seolah-olah meninggalkan gubuk untuk bekerja, tetepi sebenarnya mereka bersembunyi di balik semak yang tak jauh dari tempat itu. Dari tempat persembuyian itu , mereka dapat melihat seekor binatang angkes (sejenis landak) sedang menaiki tangga gubuk. Setelah masuk kedalam, binatang itu menggoyang-goyangkan tubuhnya, dan secara ajaib berubah menjadi seorang pemuda yang tampan.
Melihat hal itu para pekerja segera meringkus dan berhasil menangkapnya. Ia minta ampun agar dilepaskan, jika ia dilepaskan ia berjanji akan membantu para pekerja membuat jalan. Akhirnya permintaan itu diluluskan. Anehnya, pemuda jelmaan binatang angkes tadi berhasil menyelesaikan pembuatan jalan yang cukup panjang hanya dalam waktu tiga hari. Mengetahui akn hal itu Tapih dan suaminya sangat kagum kepada pemuda jadi-jadian itu dan mereka mengambilnya sebagai anak angkat. Kini, dengan adanya jalan itu, suami istri itu dapat mondar mandir kedesa masing-masing dengan mudah tanpa harus melewati hutan yang cukup lebat itu.
Beberapa waktu kemudian Tapih pun mengandung. Saat itu mereka berada di desa Sepang Simin. Calon ibu muda itu mengidam ingin makan ikan, maka Antang Taung segera pergi kesungai untuk menangkap ikan. Saat itu ia mendapat hasil cukup lumayan. namun,ketika ia akan mendarat ke desa dengan biduknya,tiba-tiba turun hujan besar. Dengan tergesa –gesa ia lari pulang,dan tanpa ia sengaja telah meninggalkan seekor ikan tomang di dalam perahunya.
Keesokan harinya,ketika ia kembali ke perahu untuk mengambilnya ,ternyata ikan itu telah lenyap. Sebagai gantinya , ditempat itu terbaring seorang bayi perempuan. Anak itu kemudian di bawa pulang oleh Antang Taung dan anak itu kemudian diangkat menjadi anak angkat mereka. Anehnya, bayi perempuan temuan mereka itu tumbuh dengan cepatnya. Dalam waktu beberapa bulan saja ia sudah menjadi seorang gadis dewasa yang cantik. Gadis jelmaan ikan tomang itu kemudian jatuh cinta pada pemuda jelmaan binatang angkes. Dan keduanya kemudian dikawinkan. Mereka menjadi suami istri yang bahagia.
Tak lama kemudian mereka melahirkan seorang anak laki-laki. Akan tetapi, anak itu mati tak lama setelah lahir. Betapa sedih kedua manusia jelmaan binatang itu. sKesedihan lain pun muncul. Beberapa hari kemudian saudara laki-laki angkat mereka, yakni putera Tapih dan Antang Taung juga meninggal. Menurut adat, orang yang meninggal harus dilakukan dua kali upacara kematian, sebelum arwahnya dapat menuju ke Lewu Tatau (Sorga orang Dayak Ngaju). Pada upacara pertama jenazah dikebumikan dan pada upacara kedua, jenazah yang sudah tinggal tulang belulang itu dibakar. Hal ini dimaksudkan untuk membebaskan roh seseorang dari badan kasarnya untuk selama-lamanya. Sifat upacara ini mewah sekali dan disebut dengan nama Tiwah.
Ketika mendengar bahwa saudara angkatnya hendak di tiwahkan, suami istri jelmaan binatang itu ingin juga agar anaknya yang telah meninggal dibakar dalam upacara tersebut. Niat itu sangat di tentang oleh Tapih dan Antang Taung, tapi mereka tak menghiraukan dan bersikukuh dengan niat itu.
Dan terjadi sesuatu yang menghebohkan ketika kuburan anak suami istri jadi-jadian itu di gali. Ternyata yang tinggal bukan tulang belulang manusia melainkan tulang belulang binatang dan ikan. Kejadian itu membuat malu besar pada kedua suami istri asal binatang itu, sehingga akhirnya mereka menyinkir dari desa Sepang Simin dan membangun sebuah desa di hutan belantara. Didesa itu mereka kemudian berkembang biak menjadi suatu keluarga besar. Keturunannya kemudian dikenal dengan sebutan Hantuen.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, orang hantuen yang asli sudah tidak ada. Yang ada hanyalah keturunannya yang sudah kawin dengan manusia biasa. Orang yang memiliki darah hantuen dipercaya akan memiliki kemampuan untuk mengubah diri menjadi hantu jadi-jadian (hantuen). Pada siang hari mereka akan menjadi manusia biasa, tetapi pada malam hari mereka akan mengubah dirinya menjadi hantu tanpa tubuh yang gemar menghisap darah.

2 komentar: